Tuhan tau apa yang kita butuhkan , bukan apa yang kita inginkan

.
RSS

sleep in the cemetery

Aku menapaki jalan setapak. Sekeliling terhampar luas lalang dan rerumputan liar. Tanah basah sisa hujan semaleman. Tak lama aku tiba di deretan pemakaman yang tersusun rapih.
Dideretan itu, papa dan di sebelahnya nenek. Orang yang ku sayangi... Aku mematung. entahlah,,, pikiran ku melayang-layang, mengendap di gelantungan awan kelabu.

Dua tahun yang lalu


Aku sibuk mengemasi barang-barang. menyusun rapi dalam tas yang di belikan ibu khusus untukku pergi esok lusa.
Nenek duduk di depan pintu kamar, menatapku sinis.
"Nek, nenek kenapa menatapku seperti itu?"
"Mengapa harus jauh-jauh ke negeri orang? memangnya tidak ada sekolah di sini?" Bibirnya bergetar. Itu tandanya ia marah padaku.
Aku dekati nenek, duduk bersila di depannya.

"Di sini memang tidak ada nek, kalaupun ada juga jauh, tidak mungkin juga pulang pergi setiap hari". Aku berusaha meyakinkan nenek. tampaknya kemarahan nenek tidak juga reda.
"Kamu tega membiarkan kami yang baru saja kehilangan papamu, sekarang kau juga pergi ?" Nadanya meninggi, kerut di wajahnya semakin terlihat jelas. Di sela urat-urat tegang tersembur air mata. Akupun tak kuasa menahan gemuruh yang ku tahan sejak tadi. aku menumpahkan gerimis di pelukan nenek.
"Pergilah, tapi kau tidak akan lagi melihat nenek selamanya".
Aku menangis meraung sejadinya.

Hari yang menyedihkan itupun tiba. Pagi ini nenek meminta adik mengambilkan air hangat untuk mandi. Ia melap tubuhnya sendiri. Biasanya nenek memintaku melap badannya yang katanya terasa gatal karena terlalu lama bergolek di kamar.
Ya, tiga tahun terakhir nenek tidak lagi mampu berjalan.
Ia mengenakan baju kembang-kembang berwarna dasar hitam dan kembang berwarna orange dan biru. Baju favoritnya. Ia lumuri wajahnya dengan bedak setebal mungkin. Mungkin ia ingin menutupi air mata yang sewaktu-waktu mengalir tampa ia sadari.

Setengah depalan nenek masih di kamar, duduk melamun sembari memegang tasbih.
Aku hampiri dengan perasaan tak karuan. Nenek masih marah padaku. Iapun belum merelakan aku pergi.
Tampa memandangi wajahku, ia berkata "Pergilah,,,"
Aku ciumi tanganya ku peluk sekali lagi.
"Pergilah, tapi kau tidak akan lagi melihat nenek selamanya". kata-kata itu selalu terniang mengaduk lukaku menjadi parah.
Tak lama nenek mengeluarkan handuk kecil yang ia rajut sendiri.
Handuk berwarna biru dengan bunga matahari di tengahnya.

*** Nek,, maafin nara, nggak mau dengerin omongan nenek. Coba saja dulu Nara tidak pergi. Nara ingin memamfaatkan waktu yana singkat itu untuk selalu menemani nenek. Memandikan nenek, menyuapi nenek, memijit nenek, mendengarkan ocehan nenek yang tiada putus dan jika nara berbicara nenek nggak bisa dengar. Walapun dulu nara sering protes karena nenek seperti anak kecil. Nara tetep sayang nenek... Rindu semua tentang nenek.

---
Tiba-tiba saja seorang wanita bertubuh tinggi berbalut baju putih berdiri dihadapanku. Wajahnya berseri. Senyumnya tak henti menghiasi bibirnya, sekilas mirip denganku, tapi ia cantik luar biasa.
"Kamu siapa?"
"Nara, kamu lupa?"
"Lupa??"
"Sejak kapan kamu tiba? nenek rindu kamu,,,"
"NENEK!!!..." aku langsung memeluk erat wanita itu.
"Nenek juga rindu kamu.."
"kamu sudah besar ya,,,"
"Tidak, aku masih nara si kecil yang nakal,,,
Nek,, nara ingin tidur di dekat nenek, boleh ya,,"
"Tentu saja,,, "
"Sambil mengusap rambut nara ya,,,"
"Iya..."
"Asiikk,,,"

***

"Ra,,, akhirnya kamu sadar juga nak"
"Nara kenapa ma?"
"Kamu pingsan di makam nenek, untung adikmu segera menyusul kesana, lagian kenapa tadi nggak mau mama temenin sih?"

Ma,,, andai mama tau, nara ingin berdua saja dengan nenek. Nara ingin tidur besisihan dengan nenek. Dan nenek mengelus rambut nara sambil bercerita hingga nara tidur pulas. Seperti dulu..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Followers