Ku telanjangi segala rasa,
hingga yang tersisa hanya kerinduan
rindu akan sepotong mozaik kehidupan
Dimana langit menganga menyambut indahnya hari
dedauanan kuning berjatuhan menerpa wajah yang berseri
Angin bertiup manja menggelitik pelepah hingga mengahasilkan sebuah nada
Dengan genit dedaunan muda membentuk tubuhnya seperti sebuah biola hingga terdengar nada harmonik ketika beradu dengan dawai angin
dawai angin seakan sangat lihai mengatur ritme, timbre dan nada menjadi sepadan
Burung pelatik menuip saxophone berwarna keemasan
Tupai-tupai gendut berjejer menyatukan gigi menjadi piano
jari lentik sang capung siap menekan tuts demi tuts
Matahari menyinari , Menerpa saxophone hingga memantulkan cahaya gemilau seperti lampu sorot ke arah ku
Awan awan berkumpul menyaksikan orkestra mewah ini
Ku mulai berdiri ditengah layaknya seorang komponis
Kesatuan mereka menghasilkan symphony yang menakjubkan
Gendang angkasa membahana menghasilkan nada sumbang
Merusak segala ritme, mengacaukan nada-nada yang telah terbentuk sempurna
Gumpalan awan menangis mengungkapkan kekecewaan
Menumpahkan bulir bulir sungai di sela kabut
Kini, yang terdengar hanya celotehan hujan dan makian petir
Aku... masih berdiri menatap langit yang dibalut awan hitam
Langit bungkam bersembunyi di balik awan hitam pekat
Mataku mulai mengempul tak jelas ini karena hujan atau airmata
1 komentar:
Ku telanjangi segala rasa,
heheh....
Posting Komentar