Senja membuka tabirnya, menyeruak nuansa sendu. Ku pandangi satu persatu burung lenyap dari padangan membumbung hingga sekecil debu. Kini yang tersisa hanya aku dan dentak jarum jam yang masih sibuk bekerja.
“Hei jam, bisakah berlari lebih cepat? Aku sudah tak sabar ingin berada di pelantaran punggungnya, mendekap sweternya dan mengintip wajahnya di spion.”
Ahh… Aku rindu walaupun hanya di tinggal dalam hitungan jam. Entah apa yang membuat aku rindu dia, walaupun dia selalu ada di hatiku. Sepertinya tak cukup menatapnya di bilik hati, aku ingin senja ini menatap teater langit seperti yang biasa kami lakukan.
Jam bulat bergaris hitam itu jelas saja amat mengerti, dengan sigap ia menambah kecepatannya, hingga detik itu ponselku bergetar.
Hei, jam.. Kamu baik sekali ya, lain waktu akan ku ganti waktu yang telah ku percepat ini, tentunya saat bersamanya. Aku malah ingin waktu berhenti beberapa menit untukku.
Aku berlari sekuat kakiku mengayuh , ku hiraukan dedaunan yang melambai genit. Ku acuhkan sapaan bonsai yang terlihat kebingungan saat aku melejit seperti mobil yang baru ganti pelumas.
Akupun tak sempat berkata atau menitip pesan barang dua tiga kata. Aku sudah terlalu merindu kawan…
Ku tatap dari jarak 10 kaki pelantaran punggungnya tampak berdebu karena terlalu lama menunggu.
Dari jarak lima kaki semakin terlihat betapa aku sangat merindu dia. Entah padahal baru pagi ini aku menatapnya berlalu diujung jalan.
Tak banyak yang ia ucapakan selain berkata “lama sekali sih?” kemudian ia membersihkan pelantaran guna ku naiki.
Hm…Mengapa ia bilang lama??jam itu? Apa ia telah membohongi ku???
Yasudah yang jelas aku sekarang telah berada di pelantarannya.
Senja masih mematung disirip waktu, menatap gerlap gerlip lampu jalanan yang mulai menyala riuh.
Ku gantungkan jemariku di antara ruas angin. Terasa lembut menentramkan jiwa. Apa kau merasakannya juga sayang? Seperti biasa aku tak pernah bisa menunjukkan betapa beruntungnya aku berada di pelantaranmu yang kokoh ini. Hanya dapat mengintip raut mu sembari berdo’a atas kebahagiaannya… “Tuhan,,, jauhkanlah punggung ini dari mara bahaya, lenyapkanlah kesedihannya dan hirupkanlah kebahagiaan atas setiap hembusan nafasnya.”
Seperti biasa aku kehilangan akal agar dia bercoleteh seperti ayam betina kehilangan anak. Dan seperti biasa hal-hal bodoh dan konyol mulai ku luncurkan.
Hari ini nikmat sekali, walau hanya berbuka dengan sebotol green tea dan sesuap debu jalanan. Asalkan bersama pelantaran semua indah . Ya, cinta itu tak perlu mewah, tak perlu glamour. Sesederhana inipun aku tetap akan merasakan syukur. Terima kasih Tuhan,,,
3 komentar:
yg penting menjalani ibadahnya tuntas, meski dibuka dg sebotol green tea
#Rindu itu emang dahsyat.... #postinganGALAU. :) hehehe
cinta itu relatif, Rindulah yang absolut.
hal yang bodoh itu juga yang kita sukai.
selamat siang,aminara.
Posting Komentar