Tuhan tau apa yang kita butuhkan , bukan apa yang kita inginkan

.
RSS

jalani saja...

Tampa disadari saya banyak mengeluhkan tentang hidup. Merasa paling menderita dan Tuhan tidak adil.
Ada kejadian yang membuat saya terpecut.
Beberapa hari saya memperhatikan kakak beradik yang setiap paginya memungut sampah.
Mereka kira-kira berusia delapan tahun dan sepuluh tahun. Saya penasaran, apa mereka tidak
sekolah? dan kemana orang tua serta sanak familinya?

Rasa penasaran saya memuncak di hari ke empat. lalu saya iseng bertanya kepada
officeboy yang membersihkan ruangan.
"Cup, anak-anak itu kerjanya setiap hari begitu?"
"Ia mbak.."
"Memangnya nggak sekolah?"
"Kakaknya itu dulu sekolah mbak, karena nggak ada biaya kelas 5 dia putus sekolah."
"Orang tua mereka kemana?".
"Sama seperti mereka mbak,, mereka pemulung juga".

Saya miris. Dan terkadang juga merasa menyesal, saya tidak bisa berbuat banyak untuk mereka.
Saya malu, dengan keadaan saya sekarang, saya banyak mengeluh. Sedangkan mereka,
dengan senang hati menjalani pekerjaan yang seharusnya tidak pantas untuk anak
seumuran mereka. Mereka yang seharusnya mengisi hari belajar di sekolah, bermain dengan
teman-temannya, tapi guna bertahan hidup mereka harus bekerja keras.
Dan mereka adalah salah satu dari jutaan anak-anak yang putus sekolah akibat tidak
adanya biaya.
Saya juga berpikir bagaimana asupan tuntunan agama dalam hidup mereka?
Bagaimana dengan anak-anak yang dengan leluasa bersekolah tapi bermalas-malasan?
Ada lagi kejadian saat saya berhenti di lampu merah. Ada yang menyentuh tangan saya. Spontan saya kaget
saya kira ada jambret atau preman. Dan ternyata dua anak yang ngamen.
Mereka tidak bernyanyi atau mengiba. Mereka hanya mengulurkan tangan sambil berkata
"Minta duit mbak,,,"( dengan tampang datar, dan beranggapan memang itu hal biasa bagi mereka).

Ada lagi kejadian para pengamen dewasa yang memaksa meminta uang, dan jika tidak ada
yang memberi ia ngamuk dengan mengucapkan sumpah serapah, kata-kata dan tindakan kasar serta dibumbuhi tampang seram.
Sangat amat menggangu perjalanan.
Dimana letak kesopanan dan etika?
Tentu saja kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan dan menghakimi mereka.
Coba kita telusuri pendidikan dan latar belakang mereka. Mungkin saja mereka
memang tidak mengecap bangku sekolah ditambah kurang didikan dari orang tua.

Dengan usia yang tidak lagi muda(Tsahhh..walapun kelakuan seperti ABG..hehehe), tentunya saya sedikit demi sedikit memahami betapa
penting dan mahalnya ilmu.
Di sini tidak hanya tenaga pengajar yang berperan, tapi orang tua sangat memegang andil
dalam proses belajar dan pola pikir serta tindakan anak.

Beberapa waktu lalu saya sempat menonton sebuah acara televisi yang sangat menginspirasi.
Namanya Yuli, dia hanya orang yang biasa dengan cita-cita luar biasa.
Ia memulai kegiatannya bersama anak jalanan dan para pemulung. ia mendaur ulang sampah menjadi
sebuah karya yang bernilai tinggi. Pekerjanya di dominasi oleh anak jalanan tsb.
yang membuat saya kagum ia tidak sungkan terjun langsung mendampingi mereka bahkan tinggal
bersama mereka. Walaupun pada awalnya ia mendapat penolakan dari keluarga yang menginginkan dia
menjadi seorang dosen. Tapi itu tidak menjadi suatu halangan dan kendala baginya.
Selain pemulung dan anak jalanan ia juga mempekerjakan ibu-ibu
di lingkungan tempat ia tinggal. Dari pada hanya bergosip yang tidak berguna
lebih baik mengerjakan hal yang bermamfaat. Selain menambah penghasilan bagi keluarganya, tentu saja mereka juga
mendapat keterampilan dan keahlian.

Sedikit lagi saya bercerita tentang atasan saya. Iapun begitu, memungut para preman
yang hanya bisa ugal-ugalan dijalan dan pekerjaan yagn tidak menentu. kemudian ia
mempekerjakan mereka di kantor, sebagai OB atau pekerjaan halal lainnya.
Ia sering bilang, jika orang pintar di dunia ini banyak, tapi dalam bekerja yang sangat
di butuhkan adalah kejujuran dan kemauan yang sunguh-sungguh.
Alangkah mulianya sifat-sifat tsb.

Dan saya berpikir apa yang bisa saya lakukan bagi orang lain?
Saya yang kadang mmengasihani diri karena ditinggal papa sejak berumur 14 tahun.
Saya yang kemudian harus berpisah dari mama dan adik guna mencari ilmu.
Saya yang tidak memaksimalkan waktu untuk mengejar impian saya.
Saya yang kemudian menyesali bahwa masa muda itu tak dapat saya miliki kembali
untuk kemudian saya perbaiki.

Yakin tak ada kata terlambat untuk memperbaiki. Hanya saja harus berusaha
lebih keras guna serpihan itu kembali utuh walaupun ada bekas retak di beberapa sisi.
Saya tidak mau muluk dengan kemampuan yang saya miliki.
tapi Allah punya banyak cara mewujudkan impian yang baik. Dan Allah selalu berada diantara
perbuatan baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Unknown mengatakan...

ya kadang kita memang harus liat orang lain yg tidak sbruntung kita, baru bisa menyadari ya..betapa kita harus bersyukur

Followers